Dari informasi yang dihimpun, Adjie Suradji kini berpangkat sebagai kolonel dan tengah menjabat sebagai staf operasional di Mabes TNI AU. Ayah dari Theo Natalie Barton ini pernah menjabat sebagai Komandan Lanud Sjamsudin Noor pada 1997-1999. Jabatan yang diembannya waktu itu masih berpangkat Letnan Kolonel Penerbang. Suami dari Meity Rotinsulu tersebut secara berani mengkritik kepemimpinan SBY. Publik pun, khsuusnya dunia maya, merasa penasaran terhadap sosok Adjie. Pasalnya, seorang prajurit aktif tidak boleh memberikan kritik pada atasannya. Apalagi sasaran kritik tersebut adalah Panglima Tertinggi TNI, yakni Presiden.
Saat dikroscek, petugas Lanud Syamsudin Noor membenarkan jika yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Komandan Lanud. Sosoknya memang tidak banyak diketahui publik, namun Adjie pernah menjadi komandan Lanud pada 1997-1999.
"Saya tidak tahu mengenai sosoknya, yang jelas dia senior saya. Tidak pernah bertemu dan tidak tahu mengenai pemikiran dan program kerja beliau, khususnya dengan keluarnya tulisan tersebut," ujar Letkol Pnb Singgih Hadi, Komandan Lanud Sjamsudin Noor, Senin (6/9/2010).
Ia mengakui, memang dengan apa yang dilakukan Adjie merupakan suatu langkah yang sangat berani. Terlebih dengan tulisannya yang begitu terang-terangan dan terbuka.
"Itu pemikiran beliau, tiap orang punya hak untuk berpendapat. Salah satunya itu yang digoreskan dalam sebuah hasil karya berupa tulisan," tegasnya.
Berdasarkan penelusuran, Adjie kini berpangkat Kolonel dengan jabatan sebagai Staff Operasi Mabes TNI AU. Sewaktu berpangkat Letnan Kolonel Penerbang, Adjie menjabat sebagai Komandan Lanud Sjamsudin Noor selama dua tahun pada 1997-1999.
Kini Adjie lebih dikenal sebagai pemerhati masalah terorisme. Ia juga pernah menulis buku berjudul 'Terorisme' pada 1999. Keberaniannya mengkritik secara terbuka lewat tulisan opini di Kompas, Senin (6/11) tentu saja melahirkan tanda tanya.
Seorang prajurit aktif tidaklah biasa, bahkan mungkin tidak boleh, mengkritik atasanya, apalagi seorang Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, yakni Presiden, lewat media massa. Adjie "menyerang" kepemimpinan Presiden lewat tulisan berjudul: 'nPemimpin, Keberanian, dan Perubahan' Keberanian perwira mengkritik secara terbuka terhadap Presiden SBY selaku Panglima Tertinggi TNI hanya bisa terjadi di era demokrasi, dimana kritik dan koreksi individu dihargai dan diapresiasi.
Menurut Direktur Riset Reform Institute dan Peneliti LP3ES Abdul Hamid, demokrasi memungkinkan siapapun yang cerdas, berani dan bertanggung jawab, untuk melancarkan kritik dan koreksi atas kepemimpinan nasional.
“Kelemahan SBY menghadapi Malaysia dan membasmi korupsi, adalah puncak dari kegetiran banyak orang, termasuk anggota TNI sekalipun, untuk mengekspresikan pandangannya. Itu sehat dan dinamis,” kata Abdul Hamid, Direktur Riset Reform Institute dan Peneliti LP3ES.
Kini, kritik dari civil society sudah melimpah, juga dari kalangan purnawirawan TNI sendiri. “Nampaknya, kritik dan koreksi dari kalangan perwira menengah TNI, mencerminkan kegelisahan dan rasa terusik atas lembeknya SBY menghadapi Malaysia dan membasmi korupsi,” kata Dr Ari Bainus, dosen Fisip Universitas Padjadjaran.
Menanggapi permasalahan ini, Mabes TNI AU akan memberi sanksi kepada Adjie Suradjie atas tulisan opininya di Kompas hari ini yang mengkritik kepemimpinan Presiden SBY. TNI menilai tulisan Adjie yang mengatasnamakan 'Anggota TNI AU' di halaman 6 tersebut melanggar etika.
"Secara etika tidak dibenarkan seorang anggota TNI AU mengkritik panglima tertingginya," kata Kapuspen TNI AU Marsekal Madya Bambang Samoedro, Senin (6/9/2010).
Menurut Bambang, Adjie kini berpangkat kolonel dan bertugas di Dinas Kepersonaliaan Mabes TNI AU. Yang menjadi sorotan dan masalah, kata Bambang, adalah pencatuman identitas Adjie sebagai anggota TNI AU.
Menurut dia, pencantuman identitas 'Anggota TNI AU' tersebut melanggar kode etik. Berbeda halnya kalau Adjie mengatasnamakan secara pribadi. "TNI AU akan membicarakan ini dan akan ada sidang kode etik. Nanti akan ada sanksi," imbuh Bambang.
"Saya tidak tahu mengenai sosoknya, yang jelas dia senior saya. Tidak pernah bertemu dan tidak tahu mengenai pemikiran dan program kerja beliau, khususnya dengan keluarnya tulisan tersebut," ujar Letkol Pnb Singgih Hadi, Komandan Lanud Sjamsudin Noor, Senin (6/9/2010).
Ia mengakui, memang dengan apa yang dilakukan Adjie merupakan suatu langkah yang sangat berani. Terlebih dengan tulisannya yang begitu terang-terangan dan terbuka.
"Itu pemikiran beliau, tiap orang punya hak untuk berpendapat. Salah satunya itu yang digoreskan dalam sebuah hasil karya berupa tulisan," tegasnya.
Berdasarkan penelusuran, Adjie kini berpangkat Kolonel dengan jabatan sebagai Staff Operasi Mabes TNI AU. Sewaktu berpangkat Letnan Kolonel Penerbang, Adjie menjabat sebagai Komandan Lanud Sjamsudin Noor selama dua tahun pada 1997-1999.
Kini Adjie lebih dikenal sebagai pemerhati masalah terorisme. Ia juga pernah menulis buku berjudul 'Terorisme' pada 1999. Keberaniannya mengkritik secara terbuka lewat tulisan opini di Kompas, Senin (6/11) tentu saja melahirkan tanda tanya.
Seorang prajurit aktif tidaklah biasa, bahkan mungkin tidak boleh, mengkritik atasanya, apalagi seorang Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, yakni Presiden, lewat media massa. Adjie "menyerang" kepemimpinan Presiden lewat tulisan berjudul: 'nPemimpin, Keberanian, dan Perubahan' Keberanian perwira mengkritik secara terbuka terhadap Presiden SBY selaku Panglima Tertinggi TNI hanya bisa terjadi di era demokrasi, dimana kritik dan koreksi individu dihargai dan diapresiasi.
Menurut Direktur Riset Reform Institute dan Peneliti LP3ES Abdul Hamid, demokrasi memungkinkan siapapun yang cerdas, berani dan bertanggung jawab, untuk melancarkan kritik dan koreksi atas kepemimpinan nasional.
“Kelemahan SBY menghadapi Malaysia dan membasmi korupsi, adalah puncak dari kegetiran banyak orang, termasuk anggota TNI sekalipun, untuk mengekspresikan pandangannya. Itu sehat dan dinamis,” kata Abdul Hamid, Direktur Riset Reform Institute dan Peneliti LP3ES.
Kini, kritik dari civil society sudah melimpah, juga dari kalangan purnawirawan TNI sendiri. “Nampaknya, kritik dan koreksi dari kalangan perwira menengah TNI, mencerminkan kegelisahan dan rasa terusik atas lembeknya SBY menghadapi Malaysia dan membasmi korupsi,” kata Dr Ari Bainus, dosen Fisip Universitas Padjadjaran.
Menanggapi permasalahan ini, Mabes TNI AU akan memberi sanksi kepada Adjie Suradjie atas tulisan opininya di Kompas hari ini yang mengkritik kepemimpinan Presiden SBY. TNI menilai tulisan Adjie yang mengatasnamakan 'Anggota TNI AU' di halaman 6 tersebut melanggar etika.
"Secara etika tidak dibenarkan seorang anggota TNI AU mengkritik panglima tertingginya," kata Kapuspen TNI AU Marsekal Madya Bambang Samoedro, Senin (6/9/2010).
Menurut Bambang, Adjie kini berpangkat kolonel dan bertugas di Dinas Kepersonaliaan Mabes TNI AU. Yang menjadi sorotan dan masalah, kata Bambang, adalah pencatuman identitas Adjie sebagai anggota TNI AU.
Menurut dia, pencantuman identitas 'Anggota TNI AU' tersebut melanggar kode etik. Berbeda halnya kalau Adjie mengatasnamakan secara pribadi. "TNI AU akan membicarakan ini dan akan ada sidang kode etik. Nanti akan ada sanksi," imbuh Bambang.
sumber : disini
0 comments:
Posting Komentar